Geng Motor dan Patologi Sosial
Oleh YESMIL ANWAR

BERITA tentang perilaku geng motor di Bandung akhir-akhir ini bisa dianggap sudah sangat meresahkan masyarakat, sehingga dapat dikategorikan sebagai kondisi patologi sosial, penyakit masyarakat yang perlu segera diobati. Lembaga kepolisian sampai mempermaklumkan akan menembak di tempat anggota geng motor yang melakukan kebrutalan.
Subkultur geng anak muda, kata kriminolog Cloward dan Ohlin, akan tumbuh subur tergantung pada tipe atau cara pertentangan di mana mereka tinggal. Ada tiga tipe geng, pertama, geng pencurian (thief gangs), mereka berkelompok melakukan pencurian yang mula-mula hanya untuk menguji keberanian anggota kelompok.
Kedua, geng konflik (conflict-gangs) kelompok ini suka sekali mengekpresikan dirinya melalui perkelahian berkelompok supaya tampak gagah dan pemberani. Ketiga, geng pengasingan (retreats gangs), kelompok geng ini sengaja mengasingkan dirinya dengan kegiatan minum minuman keras, atau napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara ”pelarian” dari alam nyata. Tetapi bisa saja sebuah geng memiliki lebih dari satu macam tipe.
Dalam geng acapkali tumbuh subkultur kekerasan (subculture of violence). Munculnya subkultur itu disebabkan oleh adanya sekelompok orang yang memiliki sistem nilai yang berbeda dengan kultur dominan. Masing-masing subkultur memiliki nilai dan peraturan berbeda-beda yang kemudian mengatur anggota kelompoknya. Nilai-nilai itu terus berlanjut karena adanya perpindahan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Hal ini diperparah oleh adanya perubahan yang cepat (reformasi) dalam masyarakat. Perubahan pada struktur sosial memperlemah nilai-nilai tradisional yang berasosiasi dengan penundaan kepuasan, belum lagi peningkatan jumlah anak muda dari kelas menengah yang tidak lagi memiliki keyakinan bahwa cara untuk mencapai tujuan mereka adalah melalui kerja keras dan menunda kesenangan. Mereka terlibat dalam delinquent gang, hate gang, atau satanic gang (pemuja setan) yang berkembang di kalangan anak muda kelas menengah di Amerika Serikat.
Di Indonesia keberadaan geng ini tidak sama dengan di AS, karena perbedaan kultur. Untuk itu masih diperlukan penelitian yang mendalam agar soal geng ini dapat ditanggulangi secara tepat dan penuh kebijakan. Meskipun demikian, secara umum ada karakteristik yang sama untuk remaja di seluruh dunia. Mereka energik dan dinamis, senang mencoba hal baru yang penuh tantangan dan memiliki keingintahuan yang besar serta sangat terfokus pada diri sendiri.
Di Bandung
Berlatar belakang pengetahuan tentang berbagai jenis geng, kini perlu diteliti secara objektif keberadaan geng motor di Bandung. Dari hasil penelitian geng motor di Bandung dapat diidentifikasi bercirikan: punya identitas (nama, ornamen pembeda, lambang, dsb); berkendaraan bergerombol; dan memiliki semacam daerah kekuasaan, dan musuh berupa geng motor lainnya.
Karakteristik keanggotaan
Karakteristik anggota geng motor di Kota Bandung adalah sebagai berikut: usia antara 14-32 tahun; kebanyakan berjenis kelamin laki-laki; sangat bangga dengan statusnya sebagai salah satu anggotageng motor; agresif dan menantang bahaya; tingkat pendidikan antara SMP sampai dengan perguruan tinggi; menjadi anggota geng motor atas ajakan rekan sekolah maupun lingkungan.
Apabila geng mereka diekspos di media massa, mereka merasa sangat bangga, sehingga semakin berlomba-lomba untuk lebih banyak melakukan perilakuyang mereka anggap menimbulkan sensasi yang akan dipublikasikan oleh media. Kadang-kadang mereka tidak menyadari bahwa perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan kriminal. Misalnya merampas milikorang lain, melakukan tindak kekerasan, tawuran antargeng, dan melakukan pembunuhan terhadap anggota geng lain maupun pengendara motor lain atau masyarakat.
Kadang mereka tidak sadar bahwa ada kemungkinan terbuka peluang bagi para penjahat yang menyusup ke dalam geng motor, sehingga masyarakat menganggap perilaku kriminal tersebut dilakukan oleh para remaja yang sebenarnya tidak berniat untuk melakukan tindak kriminal. Penyusupan tersebut sulit untuk diidentifikasikan, karena jumlah motor di Kota Bandung sangat banyak. Dan ketika melakukan operasi, mereka menggunakan helm cakil yang menutupi seluruh wajah. Jadi sulit sekali mengidentifikasi pelaku apalagi dengan kostum dan motor yang relatif sama bentuk dan mereknya.
Inilah yang membuat polisi melakukan tindakan represif dan mempermaklumkan tindakan tembak di tempat untuk para pelaku kekerasan dari geng motor. Namun demikian, polisi harus berhati-hati menumpas perilaku kriminal tersebut, sehingga masyarakat tidak resah, terutama bagi paraorang tua yang kebetulan anak remajanya terlibat dalam geng motor. Polisi harus benar-benar bekerja keras untuk menyisir mana remaja yang delinquent dan mana para kriminal yang berkedok geng motor juga provokator.
Membubarkan atau melarang tumbuhnya geng motor bukan merupakan jalan keluar yang baik, bahkan akan jadi bumerang bagi penegakan hukum. Karena akan melahirkan masalah sosial yang baru; remaja akan kehilangan ruang publik untuk berekspresi diri, dan mencari kegiatan lain yang boleh jadi lebih patologis wujudnya, misalnya kebut-kebutan di jalan.
Penanggulangan
Jika melihat kenakalan remaja yang dilakukan oleh geng motor di Kota Bandung, maka saran yang dapat diajukan adalah, pertama, sebaiknya masalah tindak pidana yang dilakukan oleh kelompok geng bermotor di Kota Bandung diatur secara khusus dalam sebuah peraturan daerah (perda) yang tentu saja secara yuridis harus mengacu pada perundang-undangan yang lebih tinggi. Isi perda memuat ketentuan penanganan masalah kejahatan remaja yang meliputi empat unsur, yaitu unsur preventif, unsur represif, unsur kuratif, dan unsur koordinatif.
Ketentuan sanksinya dibuat lebih tegas, tidak hanya terhadap pelaku tetapi juga kepada anggota kelompok geng lainnya yang mempengaruhi untuk melakukan tindak kejahatan. Dan yang sangat penting pula adanya penyuluhan hukum kepada anggota geng motor agar mereka ”melek hukum”.
Kedua, penanganan masalah tindak pidana yang dilakukan geng motor harus melibatkan berbagai pihak dalam masyarakat. Upaya pembinaan dilakukan tidak hanya terhadap pelaku tindak pidana juga terhadap semua unsur dalam masyarakat, yaitu aparat penegak hukum, instansi terkait,dan masyarakat luas. Karena adanya aparat penegak hukum yang profesional mutlak diberlakukan dalam upaya penegak hukum. Begitu juga pada masyarakat, dengan dilakukannya pembinaan tersebut, diharapkan terjadi peningkatan kesadaran hukum masyarakat untuk mematuhi peraturan yang ada, tidak melakukan ejekan dan sangkaan buruk terhadap remaja yang tergabung dalam kelompok geng bermotor. Terutama peran pihak keluarga remaja diperlukan agar dapat lebih memperhatikan kebutuhan dan kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh para remaja seusianya, serta memberikan bimbingan yang lebih baik terhadap apa yang mereka lakukan.
Pemerintah, instansi-instansi terkait, masyarakat khususnya keluarga dapat melakukan hal-hal sebagai berikut untuk para remaja, yaitu: (a) memberikan kesempatan kepada anak muda untuk beremansipasi dengancara yang sehat, menyertakan mereka pada kegiatan penting demi keadilan merata; membuka ruang publik seluas-luasnya bagi remaja untuk berkaryadan berkreasi, (b) memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan anak muda zaman sekarang, serta adanya kaitan dengan pengembangan bakat dan potensi anak remaja; (c) memberikan bekal yang cukup bagi remaja untuk menyongsong tahap berikutnya sebagai manusia dewasa seutuhnya yang akan berbaur dengan kehidupan bermasyarakat.
Ketiga, untuk remaja sendiri diperlukan sikap mawas diri dalam melihat kelemahan dan kekurangan diri sendiri dan melakukan introspeksi dan koreksi terhadap kekeliruan yang telah dilakukan. Sebaliknya, orang tua dan para pembina remaja harus memperbanyak kearifan, kebaikan, dan keadilan, agar orang dewasa dapat dijadikan panutan bagi anak-anak muda demi perkembangan dan proses kultivasi generasi muda penerus bangsa.***
Penulis, Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung
Sumber : Pikiran Rakyat Online

0 komentar:

Posting Komentar